klasifikasi anak berkebutuhan khusus
KLASIFIKASI
ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS
Dosen Pembimbing: Dr. H. Zainuddin
Disusun Oleh:
KELOMPOK 9
Nama / NIM : 1. SUPIANI /
F1082141069
2. SURWANI / F1082141015
3. SYLVESTER LANGIT /
F1082141020
Kelas / Reguler : 4
A / PPAPKPT
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH
DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang
Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
ini.
Dalam makalah ini, dibahas tentang ANAK
BERKELAINAN FISIK, MENTAL EMOSIONAL, DAN AKADEMIK. Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kesempurnaan baik dalam penempatan kata maupun cara
penyusunannya, untuk itu penyusun mengharapkan kritik dan saran dari semua
pihak untuk memperbaiki makalah ini.
Atas segala hormat kami ucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang bersedia membantu demi terselesaikannya makalah
ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.
Pontianak, April 2016
Penyusu
Daftar isi
Kata pengantar.................................................................................................................... i
Daftar isi.............................................................................................................................. ii
BAB I
Latar belakang..................................................................................................................... 1
Rumusan masalah................................................................................................................ 2
Tujuan penulisan makalah.................................................................................................... 2
BAB
II
Pembahasan......................................................................................................................... 4
Anak Berkelainan Fisik....................................................................................................... 4
Anak Berkelainan Mental Emosional.................................................................................. 7
Anak Berkelainan Akademik.............................................................................................. 13
Klasifikasi
Anak Berkesulitan Belajar................................................................................. 14
BAB
III
Kesimpulan ......................................................................................................................... 16
Saran.................................................................................................................................... 16
Daftar pustaka..................................................................................................................... 17
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Pembelajaran untuk anak berkebutuhan
khusus (student with special needs) membutuhkan suatu pola tersendiri sesuai
dengan kebutuhannya masing-masing, yang berbeda antara satu dan lainnya. Dalam
penyusunan program pembelajaran untuk setiap bidang studi, hendaknya guru kelas
sudah memiliki pribadi setiap peserta didiknya. Data pribadi yakni berkaitan
dengan teristik spesifik, kemampuan dan kelemahannya, kompetensi yang dimiliki,
dan tingkat perkembangannya.
Karakteristik spesifik student with
special needs pada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan fungsional.
Karakteristik spesifik tersebut meliputi tingkat perkembangan sensorimotor,
kognitif, kemampuan berbahasa, keterampilan diri, konsep diri, kemampuan berinteraksi
sosial, serta kreativitasnya. Untuk mengetahui secara jelas tentang
karakteristik dari setiap siswa, guru terlebih dahulu melakukan skrining atau
asesmen agar mengetahui secara jelas mengenai kompetensi diri peserta didik
bersangkutan.Tujuannya agar saat memprogramkan pembelajaran, sudah dipikirkan
mengenai : intervensi pembelajaran yang dianggap cocok. Asesmen di sini adalah
kegiatan untuk mengetahui kemampuan dan kelemahan setiap didik dalam segi
perkembangan kognitif dan perkembangan sosial, pengamatan yang sensitif.
Kegiatan ini biasanya memerlukan penginstrumen khusus secara baku atau dibuat
sendiri oleh guru kelas. Guru yang mumpuni adalah guru yang mampu mengorganisir
kegiatan mengajar di kelas melalui program pembelajaran individual dengan latihan
kemampuan dan kelemahan setiap individu siswa. Pola kegiatan pembelajaran ini
kita kenal dengan nama lain sebagai individualized educa-jarogram (IEP). Selama
proses kegiatan pembelajaran, guru kelas ditantang untuk dapat memberikan
intervensi khusus guna mengatasi bentuk kelainan-kelainan perilaku yang
muncul,agar pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.
Adanya perbedaan karakteristik
setiap peserta didik berkebutuhan khusus, akan memerlukan kemampuan khusus
guru. Guru dituntu memiliki kemampuan berkaitan dengan cara mengombinasikan
kemampuan dan bakat setiap anak dalam beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut
meliputi kemarnpuan berpikir, melihat, mendengar, berbicara, dan cara
bersosialisasi. Hal-hal tersebut diarahkan pada keberhasilan dari tujuan akhir
pembelajaran, yaitu perubahan perilaku ke arah pendewasaan. Kemampuan guru
semacam itu merupakan kemahiran seorang guru dalam menyelaraskan keberadaanya
dengan kurikulum yang ada, kemudian diramu menjadi sebuah program pembelajaran
individual.
Model pembelajaran terhadap peserta
didik berkebutuhan khusus, yang dipersiapkan oleh para guru di sekolah,
ditujukan agar peserta didik mampu untuk berinteraksi terhadap lingkungan
sosial. Pembelajaran tersebut disusun secara khusus melalui penggalian kemampuan
diri peserta didik yang paling dominan dan didasarkan pada Kurikulum Berbasis
Kompetensi.
Model bimbingan terhadap peserta
didik berkebutuhan khusus seyoganya difokuskan dahulu terhadap perilaku
nonadaptif atau perilaku menyimpang sebelum mereka melakukan kegiatan program
pembelajaran individual. Bimbingan semacam ini dapat diterapkan melalui
upaya-upaya pengondisian lingkungan yang dapat mencapai perkembangan optimal
dalam upaya mengembangkan perilaku-perilaku efektif sesuai dengan tugas-tugas
perkembangannya.
1.2. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah klasifikasi anak berkelainan
fisik ?
2. Bagaimanaka klasifikasi anak
berkelainan mental emosional ?
3. Bagaimanaka klasifikasi anak berkelainan
akademik ?
1.3.Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah
ini adalah sebagai berikut
1.
Untuk mengetahui karakteristik anak berkelainan fisik
2.
Untuk mengetahui karakteristik anak berkelainan mental emosional
3.
Untuk mengetahui karakteristik anak berkelainan akademik?
BAB II
PEMBAHASAN
Kali ini saya akan membahas sedikit
tentang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan anak-anak luar biasa atau
mengalami kelainan dalam konteks pendidikan. Anak Berkebutuhan Khusus tersebut
memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya yang membedakan
mereka dari anak-anak normal pada umumnya serta mengalami kesulitan dalam
berinteraksi dengan lingkungan sehingga untuk mengembangkan potensinya
dibutuhkan pendidikan dan pengajaran khusus.
2.1. Anak Berkelainan Fisik
A. Anak tunanetra adalah
anak-anak yang mengalami kelainan atau gangguan fungsi penglihatan, yang
memiliki tingkatan atau klasifikasi yang berbeda-beda. secara pedagogis
membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajarnya di sekolah. Berdasarkan
tingkatannya, dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1. Berdasarkan Tingkat Ketajaman Penglihatan
Seseorang yang dikatakan penglihatannya normal, apabila
hasil tes Snellen menunjukkan ketajaman penglihatannya 20/20 atau 6/6 meter.
Sedangkan untuk seseorang yang mengalami kelainan penglihatan kategori Low
vision (kurang lihat), yaitu penyandang tunanetra yang memiliki ketajaman
penglihatan 6/20m-6/60m. Kondisi yang demikian sesungguhnya penderita masih
dapat melihat dengan bantuan alat khusus. Selanjutnya untuk seseorang yang
mengalami kelainan penglihatan katergori berat, atau The blind, yaitu
penyandang tunanetra yang memiliki tingkat ketajaman penglihatan 6/60m atau
kurang. Untuk yang kategori berat ini, masih ada dua kemungkinan (1) penderita
adakalanya masih dapat melihat gerakan-gerakan tangan, ataupun (2) hanya dapat
membedakan gelap dan terang. Sedangkan tunanetra yang memilki ketajaman
penglihatan dengan visus 0, sudah sama sekali tidak dapat melihat.
2. Berdasarkan
adaptasi Pedagogis,
Kirk, SA (1989) mengklasifikasikan penyandang tunanetra
berdasarkan kemampuan penyesuaiannya dalam pemberian layanan pendidikan khusus
yang diperlukan. Klasifikasi dimaksud adalah:
a. Kemampuan melihat sedang (moderate
visual disability), dimana pada taraf ini mereka masih dapat melaksanakan
tugas-tugas visual yang dilakukan orang awas dengan menggunakan alat bantu
khusus serta dengan bantuan cahaya yang cukup.
b. Ketidakmampuan melihat taraf berat (severe
visual disability). Pada taraf ini, mereka memiliki penglihatan yang kurang
baik, atau kurang akurat meskipun dengan menggunakan alat Bantu visual dan
modifikasi, sehingga mereka membutuhkan banyak dan tenaga dalam
mengerjakantugas-tugas visual.
c. Ketidakmampuan melihat taraf
sangat berat (profound visual disability) Pada taraf ini mereka
mengalami kesulitan dalam melakukan tugas-tugas visual, dan tidak dapat
melakukan tugas-tugas visual yang lebih detail seperti membaca dan menulis.
Untuk itu mereka sudah tidak dapat memanfaatkan penglihatannya dalam
pendidikan, dan mengandalkan indra perabaan dan pendengaran dalam menempuh
pendidikan.
B. Tunarungu adalah istilah
yang menunjuk pada kondisi ketidakfungsian organ pendengaran atau telinga
seseorang anak. Kondisi ini menyebabkan mereka mengalami hambatan atau
keterbatasan dalam merespon bunyi-bunyi yang ada di sekitarnya. Tunarungu
terdiri atas beberapa tingkatan kemampuan mendengar, yang umum dan khusus. Ada
beberapa klasifikasi anak tunarungu secara umum, yaitu:
1. Klasifikasisi umum
a) The
deaf, atau tuli, yaitu penyandang tunarungu berat dan sangat berat dengan
tingkat ketulian di atas 90 dB.
b) Hard
of Hearing, atau kurang dengar, yaitu penyandang tunarungu ringan atau
sedang, dengan derajat ketulian 20 – 90 dB.
2. Klasifikasi Khusus
a) Tunarungu
ringan, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 25– 45 dB
Yaitu sesorang yang mengalami ketunarunguan taaf ringan, dimana ia mengalami
kesulitan untuk merespon suara-suara yang datangnya agak jauh. Pada kondisi
yang demikian, seseorang anak secara pedagogis sudah memerlukan perhatian
khusus dalam belajarnya di sekolah, misalnya dengan menempatkan tempat duduk di
bagian depan, yang dekat dengan guru.
b) Tunarungu
sedang, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 46 – 70 dB
Yaitu seseorang yang mengalami ketunarunguan taraf sedang, dimana ia hanya
dapat mengerti percakapan pada jara 3-5 feet secara berhadapan, tetapi tidak
dapt mengikuti diskusi-diskusi di kelas. Untuk anak yang mengalami
ketunarunguan taraf ini memerlukan adanya alat bantu dengar (hearing aid),
dan memerlukan pembinaan komunikasi, persepsi bunyi dan irama.
c) Tunarungu
berat, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 71 – 90 dB.
Sesorang yang mengalami ketunarunguan taraf berat, hanya dapat merespon
bunyi-bunyi dalam jarak yang sangat dekat dan diperkeras. Siswa dengan kategori
ini juga memerlukan alat bantu dengar dalam mengikuti pendidikannya di sekolah.
Siswa juga sangat memerlukan adanya pembinaan atau latihan-latihan komunikasi
dan pengembangan bicaranya.
d) Tunarungu
sangat berat (profound), yaitu penyandang tunarungu yang mengalami
tingkat ketulian 90 dB ke atas Pada taraf ini, mungkin seseorang sudah tidak
dapat merespon suara sama sekali, tetapi mungkin masih bisa merespon melalui
getaran-getaran suara yang ada. Untuk kegiatan pendidikan dan aktivitas
lainnya, penyandang tunarungu kategori ini lebih mengandalkan kemampuan visual
atau penglihatannya.
C. Anak tunadaksa adalah
anak-anak yang mengalami kelainan fisik, atau cacat tubuh, yang mencakup
kelainan anggota tubuh maupun yang mengalami kelainan gerak dan kelumpuhan,
yang sering disebut sebagai cerebral palsy (CP), dengan klasifikasi sebagai
berikut:
Menurut
tingkat kelainannya, anak-anak tunadaksa dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Cerebral palsy (CP) :
1. Ringan, dapat berjalan tanpa alat bantu, mampu
berbicara dan dapat menolong dirinya sendiri.
2. Sedang, memerlukan bantuan untuk berjalan, latihan
berbicara, dan mengurus diri sendiri.
3. Berat, memerlukan perawatan tetap dalam ambulansi,
berbicara, dan menolong diri sendiri.
Berdasarkan letaknya
1. Spastic,
kekakuan pada sebagian atau seluruh ototnya.
2. Dyskenisia,
gerakannya tak terkontrol (athetosis), serta terjadinya kekakuan pada seluruh
tubuh yang sulit digerakkan (rigid).
3.
Ataxia, gangguan keseimbangan, koordinasi mata dan tangan tidak berfungsi, dan
cara berjalannya gontai.
4. Campuran, yang
mengalami kelainan ganda
Polio
1. Tipe spinal, kelumpuhan pada
otot-otot leher, sekat dada, tangan dan kaki
2.
Tipe bulbair, kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih saraf tepi yang
menyebabkan adanya gangguan pernapasan.
3. Tipe
bulbispinalis, gangguan antara tipe spinal dan bulbair.
4. Encephalitis,
yang umumnya ditandai dengan adanya demam, kesadaran menurun, tremor, dan
kadang-kadang kejang.
2. 2 Anak Berkelainan
Mental Emosional
A. Klasifikasi anak
tunagrahita,untuk memahami klasifikasi anak tunagrahita maka perlu disesuaikan
dengan klasifikasinya karena setiap kelompok tunagrahita memiliki klasifikasi
yang berbeda-beda. Sesuai dengan bidang bahasan pada materi ini akan dibahas
klasifikasi akademik tunagrahita sebagai berikut:
Ada
beberapa klasifikasi atau pengelompokkan tunagrahita berdasarkan berbagai
tinjauan diantaranya:
1.
Berdasarkan kapasitas intelektual (sekor IQ)
·
Tunagrahita ringan IQ 50 – 70
·
Tunagrahita sedang IQ 35 – 50
·
Tunagrahita berat IQ 20 – 35
·
Tunagrahita sangat berat memiliki IQ di bawah 20
2.
Berdasarkan kemampuan akademik
·
Tunagrahita mampudidik
·
Tunagrahita mampulatih
·
Tunagrahita perlurawat
3.
Berdasarkan tipe klini pada fisik
·
Down’s Syndrone (Mongolism)
·
Macro Cephalic (Hidro Cephalic)
·
Micro Cephalic
Pengklasifikasian
anak tunagrahita perlu dilakukan untuk memudahkan guru dalam menyusun program
layanan/pendidikan dan melaksanakannya secara tepat. Perlu diperhatikan bahwa
perbedaan individu (individual deferences) pada anak tunagrahita bervariasi
sangat besar, demikian juga dalam pengklasifikasi terdapat cara yang sangat
bervariasi tergantung dasar pandang dalam pengelompokannya. Klasifikasi itu
sebagai berikut :
1. Klasifikasi yang
berpandangan medis, dalam bidang ini memandang variasi anak tunagrahita dari
keadaan tipe klinis. Tipe klinis pada tanda anatomik dan fisiologik yang
mengalami patologik atau penyimpangan. Kelompok tipe klinis di antaranya:
a) Down Syndrom (dahulu disebut Mongoloid)
Pada tipe ini terlihat raut rupanya
menyerupai orang Mongol dengan ciri: mata sipit dan miring, lidah tebal dan
terbelah-belah serta biasanya menjulur keluar, telinga kecil, tangan kering,
semakin dewasa kulitnya semakin kasar, pipi bulat, bibir tebal dan besar,
tangan bulat dan lemah, kecil, tulang tengkorak dari muka hingga belakang
tampak pendek.
b) Kretin
Pada
tipe kretin nampak seperti orang cebol dengan ciri: badan pendek, kaki tangan
pendek, kulit kering, tebal, dan keriput, rambut kering, kuku pendek dan tebal.
c) Hydrocephalus
Gejala
yang nampak adalah semakin membesarnya Cranium (tengkorak kepala) yang
disebabkan oleh semakin bertambahnya atau bertimbunnya cairan Cerebro-spinal
pada kepala. Cairan ini memberi tekanan pada otak besar (cerebrum) yang
menyebabkan kemunduran fungsi otak.
d) Microcephalus, Macrocephalus, Brachicephalus dan Schaphocephalus
Keempat
istilah tersebut menunjukkan kelainan bentuk dan ukuran kepala, yang
masing-masing dijelaskan sebagai berikut:
1. Microcephalus : bentuk ukuran kepala
yang kecil
2. Macrocephalus : bentuk ukuran kepala
lebih besar dari ukuran normal
3. Brachicephalus : bentuk kepala yang
melebar
4. Schaphocephalus: memiliki ukuran
kepala yang panjang sehingga menyerupai menara.
e) Cerebral Palsy (kelompok kelumpuhan pada
otak)
Kelumpuhan
pada otak mengganggu fungsi kecerdasan, di samping kemungkinan mengganggu pusat
koordinasi gerak, sehingga kelainan cerebral palsy terdiri tunagrahita dan
gangguan koordinasi gerak. Gangguan koordinasi gerak menjadi kajian bidang
penanganan tunadaksa, sedangkan gangguan kecerdasan menjadi kajian bidang
penanganan tunagrahita.
f) Rusak otak (Brain Damage)
Kerusakan
otak berpengaruh terhadap berbagai kemampuan yang dikendalikan oleh pusat
susunan saraf yang selanjutnya dapat terjadi gangguan kecerdasan, gangguan
pengamatan, gangguan tingkah laku, gangguan perhatian, gangguan motorik.
2. Klasifikasi yang
berpandangan pendidikan, memandang variasi anak tunagrahita dalam kemampuannya
mengikuti pendidikan. Kalangan American Education (Moh. Amin, 1995:21)
mengelompokkan menjadi Educable mentally retarded, Trainable mentally retarded
dan Totally / costudial dependent yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia :
mampu didik, mampu latih, dan perlu rawat. Pengelompokan tersebut sebagai
berikut:
a) Mampu
didik, anak ini setingkat mild, Borderline, Marginally dependent, moron, dan
debil. IQ mereka berkisar 50/55-70/75.
b) Mampu
latih, setingkat dengan Morderate, semi dependent, imbesil, dan memiliki
tingkat kecerdasan IQ berkisar 20/25-50/55.
c) Perlu
rawat, mereka termasuk Totally dependent or profoundly mentally retarded,
severe, idiot, dan tingkat kecerdasannya 0/5-20/25
3. Klasifikasi yang
berpandangan sosiologis memandang variasi tunagrahita dalam kemampuannya
mandiri di masyarakat, atau peran yang dapat dilakukan masyarakat. Menurut AAMD
(Amin, 1995:22-24) klasifikasi itu sebagai berikut :
a) Tunagrahita ringan;
tingkat kecerdasan (IQ) mereka berkisar 50-70, dalam penyesuaian sosial maupun
bergaul, mampu menyesuaikan diri pada lingkungan sosial yang lebih luas dan
mampu melakukan pekerjaan setingkat semi terampil.
b) Tunagrahita sedang;
tingkat kecerdasan (IQ) mereka berkisar antara 30-50; mampu melakukan
keterampilan mengurus diri sendiri (self-helf); mampu mengadakan adaptasi
sosial di lingkungan terdekat; dan mampu mengerjakan pekerjaan rutin yang perlu
pengawasan atau bekerja di tempat kerja terlindung (sheltered work-shop).
c) Tunagrahita berat dan
sangat berat, mereka sepanjang kehidupannya selalu tergantung bantuan dan
perawatan orang lain. Ada yang masih mampu dilatih mengurus sendiri dan
berkomunikasi secara sederhana dalam batas tertentu, mereka memiliki tingkat
kecerdasan (IQ) kurang dari 30.
4. Klasifikasi yang
dikemukakan oleh Leo Kanner (Amin, 1995:22-24), dan ditinjau dari sudut tingkat
pandangan masyarakat sebagai berikut:
a) Tunagrahita absolut,
termasuk kelompok tunagrahita yang jelas nampak ketunagrahitannya baik berada
di pedesaan maupun perkotaan, di masyarakat petani maupun masyarakat industri,
di lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan di tempat pekerjaan. Golongan
ini penyandang tunagrahita kategori sedang.
b) Tunagrahita relatif,
termasuk kelompok tunagrahita yang dalam masyarakat tertentu dianggap
tunagrahita, tetapi di tempat masyarakat lain tidak dipandang tunagrahita. Anak
tunagrahita dianggap demikian ialah anak tunagrahita ringan karena masyarakat
perkotaan yang maju dianggap tunagrahita dan di masyarakat pedesaan yang masih
terbelakang dipandang bukan tunagrahita.
c) Tunagrahita semu
(pseudo mentally retarded) yaitu anak tunagrahita yang menunjukan penampilan
sebagai penyandang tunagrahita tetapi sesungguhnya ia mempunyai kapasitas
kemampuan yang normal. Misalnya seorang anak dikirim ke sekolah khusus karena
menurut hasil tes kecerdasannya rendah, tetapi setelah mendapat pengajaran
remedial dan bimbingan khusus menjadikan kemampuan belajar dan adaptasi
sosialnya normal.
5. Klasisikasi menurut
kecerdasan (IQ), dikemukakan oleh Grosman (Hallahan & Kauffman, 1988:48)
sebagai berikut:
TERM
|
IQ RANGE FOR LEVEL
|
Mild Mental Retardation
Mederate Mental Retardation
Severe Mental Retardation
Profound Mental Retardation
|
55-70 to Aprox, 70
35-40 to 50-55
20-25 to 35-40
bellow 20 or 25
|
Klasifikasi
tunagrahita dari berbagai pandangan tersebut jika dipadukan akan membentuk
tabel sebagai berikut:
Klasifikasi tunagrahita dari berbagai pandangan tersebut
jika dipadukan akan membentuk tabel sebagai berikut: Kemampuan dalam
pendidikan
|
Sosiologis
|
Tingkat
kecacatan
|
Tingkat kecerdasan (IQ)
|
Mampu didik
|
Ringan,mild, marginally, dependent, moron.
|
Debil
|
55-70 to Aprox 70
|
Mampu latih
|
Sedang, moderate, semi dependent.
|
Imbesil
|
35-40 to 50-55
|
Perlu rawat
|
Berat, severe, totally dependent, profound.
|
Idiot
|
20-25 to 35-40 bellow 20 or 25
|
B. Klasifikasi anak Tunalaras,
adalah anak-anak yang mengalami gangguan perilaku, yang ditunjukkan dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun dalam lingkungan
sosialnya. Pada hakekatnya, anak-anak tunalaras memiliki kemampuan intelektual
yang normal, atau tidak berada di bawah rata-rata. Kelainan lebih banyak banyak
terjadi pada perilaku sosialnya. Beberapa klasifikasi yang menonjol dari
anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan perilaku sosial ini
adalah:
1. Berdasarkan perilakunya
1. Beresiko tinggi; hiperaktif suka
berkelahi, memukul, menyerang, merusak milik sendiri atau orang lain, melawan,
sulit konsentrasi, tidak mau bekerjasama, sok aksi, ingin menguasai oranglain,
mengancam, berbohong, tidak bisa diam, tidak dapat dipercaya, suka mencuri,
mengejek, dan sebagainya.
2. Beresiko rendah; autism, kawatir,
cemas, ketakutan, merasa tertekan, tidak mau bergaul, menarik diri, kurang
percaya diri, bimbang, sering menangis, malu, dan sebagainya.
3. Kurang dewasa; suka berfantasi,
berangan-anagan, mudah dipengaruhi, kaku, pasif, suka mengantuk, mudah bosan,
dan sebagainya
4. Agresif; memiliki gang jahat, suka
mencuri dengan kelompoknya, loyal terhadap teman jahatnya, sering bolos
sekolah, sering pulang larut malam, dan terbiasa minggat dari rumah.
2. Berdasarkan
Kepribadian
1.
Kekacauan perilaku
2.
Menarik diri (withdrawll)
3. Ketidakmatangan (immaturity)
4. Agresi sosial
2.3 Anak Berkelainan
Akademik
Anak
berbakat dalam konteks ini adalah anak-anak yang mengalami kelainan intelektual
di atas rata-rata. Berkenaan dengan kemampuan intelektual ini Cony Semiawan
(1997:24) mengemukakan, bahwa diperkirakan satu persen dari populasi total
penduduk Indonesia yang rentangan IQ sekitar 137 ke atas, merupakan manusia
berbakat tinggi (highly gifted), sedangkan mereka yang rentangannya
berkisar 120-137 yaitu yang mencakup rentangan 10 persen di bawah yang satu
persen itu disebut moderately gifted. Mereka semua memiliki talen
akademik (academic talented) atau keberbakatan intelektual.
Beberapa
klasifikasi yang menonjol dari anak-anak berbakat umumnya hanya dilihat dari
tingkat inteligensinya, berdasarkan standar Stanford Binet, yaitu meliputi :
1. kategori
rata-rata tinggi , dengan tingkat kapasitas intentelektual (IQ): 110-119
2. kategori
superior, dengan tingkat kapasitas intelektual (IQ) :120-139, dan
3. kategori sangat
superior, dengan tingkat intelektual (IQ) :140-169
Ketiga
klasifikasi tersebut, sebenarnya yang masuk kategori anak berbakat dalam kontek
pendidikan anak berkebutuhan khusus di sini.
A. Klasifikasi Anak Berkesulitan Belajar,
Berkesulitan belajar merupakan salah
satu jenis anak berkebutuhan khusus yang ditandai dengan adanya kesulitan untuk
mencapai standar kompetensi (prestasi) yang telah ditentukan dengan mengikuti pembelajaran
konvensional. Learning disability merupakan suatu istilah yang mewadahi
berbagai jenis kesulitan yang dialami anak terutama yang berkaitan dengan
masalah akademis.
Adapun klasifikasi anak berkesulitan
belajar spesifik yang merupakan jenis kelainan unik tidak ada kesamaan antara
penderita satu dengan lainnya. Untuk mengklasifikasikan anak berkesulitan
belajar spesifik dapat dilakukan berdasar pada tingkat usia dan juga jenis
kesulitannya, yaitu:
1. Kesulitan
Berlajar Perkembangan
Pengelompokkan kesulitan belajar
pada anak usia di bawah 5 tahun (balita) adalah kesulitan belajar perkembangan,
hal ini dikarenakan anak balita belum belajar secara akademis, tetapi belajar
dalam proses kematangan prasyarat akademis, seperti kematangan persepsi visual-auditory,
wicara, daya deferensiasi, kemampuan sensory-motor dsb.
2. Kesulitan
Belajar Akademik
Anak-anak usia sekolah yaitu usia di
atas 6 tahun masuk dalam kelompok kesulitan belajar akademik, disebabkan karena
kesulitan belajar akademik anak-anak ini mengalami kesulitan bidang akademik di
sekolah yang sangat spesifik yaitu kesulitan dalam satu jenis/bidang akademik
seperti berhitung/matematika (diskalkulia), kesulitan membaca (disleksia),
kesulitan menulis (disgraphia), kesulitan berbahasa (disphasia),
kesulitan/tidak terampil (dispraksia), dsb.
Untuk lebih jelasnya hubungan antara
kesulian belajar perkembangan dengan kesulitan akademik dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Ada
klasifikasi lain yang berdasarkan dari jenis gangguan atau kesulitan yang
dialami anak yaitu:
1. Dispraksia, merupakan gangguan pada
keterampilan motorik, anak terlihat kurang terampil dalam melakukan aktivitas
motorik. Seperti sering menjatuhkan benda yang dipegang, sering memecahkan
gelas kalau minum.
2. Disgraphia, kesulitan dalam menulis
ada yang memang karena gangguan pada motoris sehingga tulisanya sulit untuk
dibaca orang lain, ada yang sangat lambat aktibitas motoriknya, dan juga adanya
hambatan pada ideo motorik sehingga sering salah atau tidak sesuai apa yang
dikatakan dengan yang ditulis.
3. Diskalkulia, adalah kesulitan dalam
menghitung dan matematika hal ini sering dikarenakan adanya gangguan pada
memori dan logika.
4. Disleksia, merupakan kesulitan
membaca baik membaca permulaan maupun pemahaman.
5. Disphasia, kesulitan berbahasa
dimana anak sering melakukan kesalahan dalam berkomunikasi baik menggunakan
tulis maupun lisan.
6. Body awarness, anak tidak memiliki
akan kesadaran tubuh sering salah prediksi pada aktivitas gerak mobilitas
seperti sering menabrak bila berjalan.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Karakteristik anak berkebutuhan
khusus pada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan fungsional.
Karakteristik spesifik tersebut meliputi tingkat perkembangan sensorimotor,
kognitif, kemampuan berbahasa, ketrampilan diri, konsep diri, kemampuan
berinteraksi sosial, serta kreativitasnya. Untuk mengetahui secara jelas
tentang karakteristik dari setiap siswa, guru terlebih dahulu melakukan
skrining atau asesmen agar mengetahui secara jelas mengenai kompetensi diri
peserta didik bersangkutan.Tujuannya agar saat memprogramkan pembelajaran,
sudah dipikirkan mengenai : intervensi pembelajaran yang dianggap cocok.
Asesmen di sini adalah kegiatan untuk mengetahui kemampuan dan kelemahan setiap
didik dalam segi perkembangan kognitif dan perkembangan sosial, pengamatan yang
sensitif.
Adanya perbedaan karakteristik
setiap peserta didik berkebutuhan khusus, akan memerlukan kemampuan khusus
guru. Guru dituntu memiliki kemampuan berkaitan dengan cara mengombinasikan
kemampuan dan bakat setiap anak dalam beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut
meliputi kemarnpuan berpikir, melihat, mendengar, berbicara, dan cara
bersosialisasi. Hal-hal tersebut diarahkan pada keberhasilan dari tujuan akhir
pembelajaran, yaitu perubahan perilaku ke arah pendewasaan. Kemampuan guru
semacam itu merupakan kemahiran seorang guru dalam menyelaraskan keberadaanya
dengan kurikulum yang ada, kemudian diramu menjadi sebuah program pembelajaran
individual.
B. Saran
Saran ini ditujukan kepada para
pembaca khususunya pemerintah dan pihak-pihak yang terlibat di dunia pendidikan
agar memberikan perhatian dan pelayanan secara khusus mengingat karakteristik
dari anak berkemampuan khusus itu bermacam-macam dan memerlukan pelayanan yang
optimal seperti layaknya anak normal.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Salim Chairi, dkk. 2009. Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus Secara Inklusif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Hadis Abdul. 2006. Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus Autistik. Bandung: Alfabeta.
IG.A.K.Wardani, dkk. 2008. Pengantar
Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
Ihsan. 2009. Karakteristik Anak
Berkebutuhan Khusus. Diakses dari http://ihsan.com/artikel/karakteristik-anak-berkebutuhan-khusus.html
pada tanggal 29 Februari 2012.
Sutratinah Tirtonegoro. 2001. Anak
Supernormal dan Program Pendidikannya. Yogyakarta: Bumi Aksara.
Komentar
Posting Komentar