Koneksi Antar Materi Modul 3.1
A.
Pendahuluan
Ketika menjalankan tugas pokok dan fungsi kita sehari-hari sebagai
pemimpin pembelajaran di
sekolah. Kita akan dihadapkan pada berbagai situasi yang membutuhkan kebijaksanaan dan kedewasaan dalam menghadapinya. Kondisi
yang dimaksud adalah situasi dimana adanya pergeseran nilai dari nilai-nilai kebajikan yang diterapkan di sekolah berbentuk pelanggaran peraturan dan sikap
yang tidak sesuai norma sopan santun. kondisi
seperti ini kita sebut dengan kasus. Pelaku “kasus” inipun bisa
bermacam-macam, mulai dari murid,
rekan sejawat kita sebagai guru, pegawai dan seluruh warga sekolah dan tidak tertutup kemungkinan adalah pimpinan
kita sendiri.
Dalam kasus seperti ini pasti akan muncul
berbagai macam respon dari kasus yang terjadi di sekolah. Ada yang merespon
secara positif dan memberikan penyelesaian yang berbasis pada aturan yang telah disepakati bersama. Ada juga
yang hanya sekedar prihatin atau simpati tanpa
menghadirkan solusi terhadap masalah/kasus yang terjadi. Dan tidak
jarang pula yang meresponnya dengan
negatif, atau malah memperbesar
masalahnya atau menimbulkan masalah
baru. Modul 3.1. dalam PGP ini
mencoba untuk membekali kita tentang Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai
Pemimpin. Modul yang merupakan salah satu rangkaian modul yang dipelajari dalam
Pendidikan Guru Penggerak ini terkait dengan
berbagai konsep-konsep praktis yang akan menjadi dasar dalam mengambil keputusan yang bertanggung jawab dan teruji.
Konsep-konsep yang dimaksud
adalah adanya 4 Paradigma
Dilema Etika, 3 Prinsip Pengambilan Keputusan dan 9 Langkah Pengambilan dan Pengujian Keputusan.
B. Bagaimana filosofi Ki Hajar
Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki
kaitan dengan penerapan
pengambilan keputusan sebagai
seorang pemimpin ?
Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa
tujuan pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada murid, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia
maupun sebagai anggota
masyarakat. Proses “menuntun” yang dimaksudkan kemudian terapkan
dalam bentuk Pratap Triloka yang
kita kenal dengan ungkapan Ing ngarso
sing tuladha (Di depan anak murid, Guru harus mampu memberikan contoh/teladan yang baik), Ing madya mangun karsa (Di tengah/ Di antara muridnya, Guru mampu
memberikan inspirasi / motivasi. Dan Tut
Wuri Handayani (Di belakang muridnya, Guru harus memberikan dukungan dan kepercayaan).
Ungkapan filosofis KHD inilah yang
menjadi dasar dalam melaksanakan tugas sebagai Guru dan sebagai pemimpin
pembelajaran. Ungkapan ini memiliki makna pemikiran bahwa pendidikan harus berorientasi pada kepentingan murid, agar murid dapat menemukan kekuatan kodratnya. Hal ini sesuai dengan dasar kita dalam mengambil keputusan sebagai pemimpin. Dalam modul
3.1, pengambilan keputusan terkait kasus di sekolah harus memiliki 3 dasar yaitu berpihak pada murid, sesuai dengan nilai-nilai kebajikan dan bertanggung jawab. Berpihak pada murid maksudnya
adalah agar keputusan yang diambil
harus memiliki nilai kepentingan untuk murid dan beorientasi pada kebutuhan
murid. Dan seminim mungkin menghindari pengambilan keputusan yang akan menyakiti
hati murid atau menimbulkan masalah baru bagi
murid.
C. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada
prinsip- prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?
Nilai-nilai Guru Penggerak terdiri atas 5 Nilai yaitu : Berpihak
pada murid , Mandiri, Reflektif, Kolaboratif
dan Inovatif. Kelima Nilai guru penggerak ini sangat berpengaruh secara etika dan emosional terhadap prinsip-prinsip dalam
pengambilan keputusan yang bertanggung
jawab dan beretika. Keterkaitannya
dengan 3 prinisp pengambilan keputusan yang bertanggung jawab adalah sebagai
berikut :
1. Berpikir
berbasis hasil akhir ( Ends-Based
Thinking); pengambilan keputusan dengan menganalisis
efek akhir dari keputusan sebuah kasus memiliki keterkaitan dengan nilai mandiri
dan reflektif. Pemimpin
pembelajaran menerapkan kemandiriannya dan sikap reflektif dalam menghadapi sebuah kasus Dilema Etika di sekolah
dan memikirkan berbagai konsekuensi
dan efek dari keputusan yang akan diambil. Sikap refleksi dan mandiri dalam menganalisis kasus akan
mengarahkan pemimpin dalam mengambil keputusan yang terbaik.
2. Berpikir berbasis
peraturan (Rule-Based
Thinking); Beberapa ahli memang mengatakan bahwa prinsip pengambilan keputusan yang berbasis
pada peraturan adalah pengambilan keputusan
yang kaku, Namun, dalam beberapa
studi kasus, keberadaan peraturan sebuah institusi
itu sangat membantu
pemimpin dalam mengmabil keputusan. Keterkaitannya
dengan nilai seorang Guru Penggerak adalah nilai
berpihak pada murid dan nilai kolaboratif. Nilai berpihak pada murid terlihat
dari pemberlakuan peraturan yang
sebenarnya dibuat demi kepentingan murid itu sendiri agar terlaitih mandiri dan
disiplin. Nilai kolaboratif seorang pemimpin akan terlihat jika dalam pengambilan keputusan Dilema Etika, walau peraturan
sudah tertulis dengan baik, ada kalanya pemimpin
memerlukan penguatan dengan menanyakan berbagai pertimbangan kepada guru, orang
tua, komite atau warga sekolah yang lain yang dianggap kompeten dalam memberikan solusi terhadap sebuah kasus.
3. Berpikir berbasis
rasa peduli (Care-Based Thinking) ; Solusi yang terbaik dalam menghadapi kasus / masalah
adalah dengan mengambil
keputusan yang menguntungkan semua pihak tanpa
menyakiti perasaan pihak yang lain. Inilah yang menyebabkan prinsip berbasis
rasa peduli ini merupakan prinsip
terbaik dalam mengambil keputusan terhadap suatu masalah. Prinsip ini secara terang menggiring kita pada
penerapan 5 nilai Guru Penggerak yang kita pelajari. Namun, nilai inovatif adalah nilai yang paling menonjol dalam prinsip ini. GP sebagai
pemimpin pembelajaran harus
memikirkan berbagai alternatif-alternatif kreatif dalam menghadapi berbagai kasus.
Suatu pengambilan keputusan, walaupun telah berlandaskan
pada suatu prinsip atau nilai-nilai tertentu,
tetap akan memiliki
konsekuensi yang mengikutinya. Pada akhirnya kita
perlu mengingat kembali hendaknya setiap keputusan yang kita ambil didasarkan pada rasa penuh tanggung jawab, nilai-nilai kebajikan
universal, serta berpihak
pada murid.
D. Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam
perjalanan proses pembelajaran kita,
terutama dalam pengujian pengambilan keputusan
yang telah kita ambil? Apakah
pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas
pengambilan keputusan tersebut? Hal- hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas
pada sebelumnya.
Coaching diartikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa
kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Senada dengan
ungkapan di atas, International Coach
Federation mendefinisikan coaching sebagai“…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang
dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif”.
Jika kita tinjau dari segi teori,
sangat jelas proses coaching ini
adalah sebuah proses yang memberdayakan,
kolaboratif dan berfokus pada solusi yang dijalankan secara sistematis dan kreatif berwadahkan kemitraan. Sama halnya jika kita ingin mengambil
suatu keputusan terhadap suatu
kasus. Apalagi kasus tersebut melibatkan rekan sejawat guru. Maka proses coaching
adalah proses yang tepat untuk dilaksanakan dalam rangka membimbing rekan kita tersebut dan
sama-sama menemukan rangkaian kegiatan yang bertanggung jawab dalam penuntasan kasus
yang terjadi. Alur percakapan TIRTA serta mendengarkan
dengan RASA akan memberikan suasana positif bagi pelaku kasus dan menggiring pada solusi terbaik.
Kemudian, berkaitan dengan paradigma berpikir coaching di antaranya adalah bersikap terbuka dan memiliki kesadaran diri penuh
/ kehadiran penuh. Dalam penuntasan kasus di
sekolah, sebagai pemimpin sudah seharusnya kita bersikap terbuka, luwes dan siap secara emosional berperan aktif berpartisipasi
dalam menuntaskan kasus tersebut. Pemimpin juga harus siap berkolaborasi dan mampu memanajemen emosi karena
dirinya harus tampil fulltime untuk fokus pada kasus dan
memberikan solusi-solusi terbaik dengan berbagai pertimbangan kreatif.
E. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola
dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap
pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?
Dalam sebuah penelitian sosial
emosional ditemukan fakta bahwa guru yang memiliki kompetensi sosial dan emosional yang baik lebih efektif dan cenderung lebih resilien/tangguh dan merasa nyaman di kelas karena mereka dapat bekerja lebih baik dengan murid. Kestabilan sosial-emosional yang dimiliki seorang
Guru berpengaruh positif pada kemampuannya dalam mengelola
kelas dan memanajemen kelas. Hubungan baik antara Guru dan murid ini akan mampu mewujudkan lingkungan belajar yang suportif
yang penuh dengan
pembelajaran-pembelajaran bermakna. Mampu meningkatkan
sikap-sikap positif, sopan santun, rasa saling
menghargai bukan hanya pada
orang yang ada di sekolah tetapi juga kepada orang yang berada di luar sekolah. Akhir dari stabilnya social-emosional nanti akan membimbing murid untuk mencapai
kesejahteraan psikologisnya/well-being.
Adanya penguasaan terhadap pengelolaan
aspek social-emosional pada seorang guru juga akan berakibat pada meningkatnya 5 kompetensi sosial emosional. Di antara 5 kompetensi social emosional itu adalah Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab. Kompetensi ini adalah kemampuan untuk mengambil
pilihan-pilihan membangun yang
berdasar atas kepedulian, kapasitas dalam
mempertimbangkan standar-standar etis dan
rasa aman, dan untuk mengevaluasi manfaat dan konsekuensi dari bermacam-macam tindakan
dan perilaku untuk kesejahteraan psikologis (well-being) diri sendiri,
masyarakat, dan kelompok. Dengan demikian, seorang guru akan memiliki
banyak pilihan- pilihan yang lebih
kreatif dalam melahirkan sebuah keputusan terhadap sebuah kasus tanpa mengabaikan standar-standar etis yang ada. Keputusan
terhadap kasus akan lebih berorientasi pada kepedulian dan berpihak pada kesejahteraan psikologis
murid. Maka, keberadaan aspek social emosional
seorang guru sangat berpengaruh dalam melahirkan keputusan
yang terbaik terhadap sebuah kasus di sekolah.
F. Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika
kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?
Pembahasan terhadap berbagai studi kasus yang terjadi baik
itu masalah moral dan etika di sekolah akan sangat berkaitan
dengan nilai-nilai yang dianut oleh seorang pendidik.
Seorang yang berprofesi sebagai Guru tentunya
memiliki professional judgement (Pertimbangan Profesional) dalam
menganalisis kasus serta efek dari ketuntasan sebuah kasus tersebut terhadap nama baiknya dan nama baik sekolah.
Pertimbangan itu sering sekali lahir
dari nilai-nilai kebajikan yang selama ini dianut
oleh seorang guru tersebut.
G. Bagaimana pengambilan keputusan
yang tepat, tentunya
berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif,
kondusif, aman dan nyaman ?
Secara pribadi, pengambilan keputusan itu tepat dan akan
berdampak pada terciptanya lingkungan
yang positif, kondusif, aman dan nyaman adalah dengan melibatkan berbagai pihak terkait dalam pengambilan keputusan
tersebut. Jika masalahnya adalah masalah yang
masih bisa ditolerir dan masih bisa dikonsumsi oleh public, maka tidak
ada salahnya kita menyelesaikan masalah
dengan musyawarah mufakat.
Namun, jika kasus di sekolah
tersebut sangat sensitif dan tidak layak dikonsumsi oleh publik, saya
sebagai pemimpin mungkin akan mencari
penyelesaian yang terbaik dengan pelaku dalam kasus tersebut dengan orang tuanya secara tertutup. Dan
hasil akhirnya akan saya komunikasikan pada guru
dan komite. Hal ini perlu untuk mengantisipasi berbagai anggapan pihak ketiga
atau masyarakat terhadap
citra sekolah. Kemudian,
sebagai pemimpin pembelajaran. Jika kasus yang terjadi masih tergolong kasus biasa. Pada siswa saya akan melaksanakan
restitusi, dan pada rekan sejawat
saya akan melakukan teknik coaching.
H. Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus
dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan
perubahan paradigma di lingkungan Anda?
Tantangan-tantangan yang ada dalam pengambilan keputusan terhadap
kasus-kasus dilema etika di sekolah
saya adalah :
1. Kondisi sekolah
yang berada di daerah 3T menjadikan kami memberikan sedikit
kelonggaran kepada murid yang rumahnya jauh dari sekolah dengan
jarak tempuh 3 s/d 5 Km ke sekolah
dan ditempuh dengan jalan kaki melewati hutan dan sungai.
Kelonggaran yang kami maksud adalah kelonggaran dan hal kedisiplinan
kehadiran di sekolah. Tantangan yang
muncul dalam hal ini adalah adanya mindset seluruh siswa dan orang tua yang rumahnya dekat bahwa
kami pilih-pilih kasih dalam penindakan pelanggaran
disiplin sekolah.
2. Tantangan
yang kedua adalah adanya pembiaran dari orang tua siswa kepada anaknya dalam pembelajaran di sekolah dan di rumah
sehingga motivasi belajar
anak rendah.
3. Tantangan
yang ketiga adalah sebagian besar orang tua di lingkungan sekolah kami adalah petani dan pekebun yang kadang
membutuhkan anaknya untuk membantunya di lading. Hal ini menjadi
kebiasaan dan akhirnya
fokus anak dalam belajar sangat
kurang.
I. Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan
pengajaran yang memerdekakan
murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk
potensi murid kita yang berbeda-beda?
Pengambilan keputusan yang kita ambil dalam menuntaskan permasalahan kasus di sekolah sangat dipengaruhi oleh pengajaran kita yang memerdekakan murid. Jika keputusan yang diambil memberikan efek
yang baik, menenteramkan, menertibkan dan menyenangkan
semua pihak dan tidak menyakiti perasaan. Maka secara tidak langsung itu adalah cara kita dalam memerdekakan
murid-murid kita. Pembelajaran yang tepat dalam mengakomodasi potensi murid yang berbeda-beda dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi.
J. Bagaimana seorang pemimpin
pembelajaran dalam mengambil
keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan
murid-muridnya?
Seorang pemimpin pembelajaran harus memiliki banyak
pertimbangan dalam memutuskan sebuah
perkara apalagi itu yang berkaitan dengan murid-muridnya. Guru harus mampu menerapkan dasar pengambilan keputusan
yang berpihak pada murid, sesuai dengan nilai-
nilai kebajikan serta bertanggung jawab. Segala yang kita putuskan
akan sangat berpengaruh pada kehidupan dan masa depan murid. Kesalahan
dalam mengambil keputusan terhadap kasus yang melibatkan
murid akan berefek pada masa depan murid yang bisa saja makin terpuruk.
K. Apakah kesimpulan akhir yang
dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?
Kesimpulan akhir yang bisa penulis
tarik adalah Modul 3.1. tentang
Pengambilan Keputusan Berbasis
Nilai-Nilai Kebajikan sebagai
Pemimpin ini merupakan
modul lanjutan dari
modul-modul yang telah dipelajari selama ini. Dalam Modul 1 kita dibekali secara teori dasar dalam keberpihakan
pembelajaran pada murid. Di Modul kedua berisi
tentang bekal kita dalam pelaksanaan pembelajaran, sementara modul
ketiga ini adalah modul yang
membekali kita menjadi seorang pemimpin pembelajaran. Ketiga modul ini saling berkaitan dan menjadi bekal kita dalam mengimplementasikan pembelajaran merdeka demi terwujudnya profil pelajar Pancasila.
L. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda
pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma
pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian
keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?
Sejauh ini, pemahaman saya tentang kasus dilema etika dan bujukan
moral, 4 paradigma pengambilan
keputusan, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan keputusan masih perlu digali kembali dengan banyak mengadakan diskusi
dan kajian-kajian lanjutan. Khususnya dalam menganalisis
berbagai studi kasus nyata yang terjadi di sekolah dan bukan hanya kepada murid, tetapi juga studi kasus yang
didalamnya melibatkan rekan kita. Bagaimana kita harus bersikap dan bagaimana kita menerapkan konsep-konsep
seperti 4 paradigma, 3 prinsip dan 9
langkah pengambilan dan pengujian keputusan jika yang menjadi pelaku adalah rekan sejawat kita sendiri.
Hal yang diluar dugaan adalah setelah menjalani
proses wawancara di demonstrasi kontekstual. Kepala Sekolah yang saya
wawancarai masih berpatokan kepada keefektifan
musyawarah mufakat dalam mengambil
keputusan.
M. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah
Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema?
Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?
Pernah. Saya dihadapkan pada beberapa kasus Dilema Etika.
Dimana ada dua kondisi yang memiliki nilai kebajikan yang sama-sama bersinggungan. Pada saat itu, kami menyelesaikan permasalahan dengan komunikasi intens pada murid yang terlibat
dan musyawaran mufakat
bersama rekan-rekan tentang pengambilan keputusan. Secara prinsip kebanyakan kami menerapkan prinsip
berpikir berbasis Rasa Peduli. Dengan Paradigma Dilema Etika yang beragam. Perbedaannya adalah kami belum
sepenuhnya menerapkan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan seperti yang dipelajari di modul ini.
N. Bagaimana dampak mempelajari konsep ini buat Anda, perubahan apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil
keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?
Dampaknya sangat baik. Saya memiliki
pertimbangan yang lebih masuk akal ketika dihadapkan pada satu kasus sehingga
keputusan yang dihasilkan juga berdasarkan analisis yang cukup banyak. Keputusan yang dihasilkan pun diharapkan
memberikan manfaat untuk semua pihak/golongan.
O. Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang
individu dan Anda sebagai seorang
pemimpin?
Modul ini sangat penting bagi Saya. Sebagai individu saya
mungkin akan lebih bijak dalam mengambil
sebuah keputusan khususnya yang bersangkutan dengan kehidupan pribadi. Pengambilan keputusan ini juga bisa saya
terapkan di dalam pengambilan keputusan dalam
keluarga jika mengalami Dilema Etika.
Sebagai seorang pemimpin, modul ini memberikan saya bekal yang menuntun saya
kepada kebijaksanaan yang mampu
mengangkat profesionalitas kita sebagai guru, menuntun saya lebih luwes
dalam menyikapi berbagai kasus yang ada. Tantangan tentang mengambil keputusan itu menjadi lebih mudah dan
lebih memotivasi potensi saya sebagai seorang
pemimpin pembelajaran.
Komentar
Posting Komentar